Family Planning
Copas dari ummi Lutfi tahun 2017
Psycho Coffee Night
Oleh : Ani Ch, pemerhati pendidikan anak dan keluarga, bermukim di Sidoarjo
☕▫☕▫☕▫☕▫☕
Edisi Pendidikan Keluarga
Selasa, 2 Januari 2017
Family Planning
☕▫☕▫☕▫☕▫☕
Pak Mohe tidak menyadari waktu berjalan begitu cepat, dia menikah sudah 7 tahun, anaknya 4, umur 6 tahun, umur 4,5 tahun, umur 2,5 tahun dan bayi 3 bulan. Dia hanya peganh prinsip banyak anak banyak rejeki, memperbanyak keturunan sunnah Rasulullah.
Tapi…beberapa masalah pelik dia hadapi, penghasilannya pas-pasan, kredit mobil belum lunas, rumah masih ngontrak, dan si sulung harus segera masuk sekolah SD, yang artinya akan ada biaya besar, plus biaya SPP rutinnya..sekolah SD yang bagus sekarang…pasti 500ribu ke atas per bulannya..istrinya pernah bantu cari nafkah dengan jualan online, tapi berhenti karena ngurusin bayi.
Yang paling bikin pusing, anaknya sulung sudah menjalani observasi di sebuah sekolah bagus, dan dinyatakan tidak siap masuk SD. Bagaimana mungkin? Anak saya sudah 6 tahun…
Maaf pak, setelah observasi dilakukan, kita dapati anak bapak punya kemampuan setara anak umur 4 tahun, jadi kita anggap tidak siap sekolah.
Bagaimana mungkin? Anak saya 6 tahun…bukankah setiap anak berkembang seiring berjalannya waktu? darimana bisa bilang anak saya seperti anak umur 4 tahun.
Bapak…anak-anak tidak tumbuh seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh dan berkembang dengan desain lingkungan, pola pendidikan yang didapat, jenis pengasuhan yang diterapkan dan lain-lain. Ketika anak ini kurang stimulasi, kurang pendidikan, atau salah cara asuhannya, sangat mungkin anak ini berkembang tidak optimal.
Hmmm…apakah karena istri saya sibuk marawat anak, jadi tidak sempat mendidik anak saya?
Anak bapak, bahkan tidak bisa melepas bajunya sendiri, tidak bisa memasang sepatu, motoriknya terlambat..juga cara berpikirnya sederhana, belum paham logika. Mungkin saja itu terjadi karena istri bapak sibuk, sehingga hanya bingung ‘mengelola anak’ membangunkan, memandikan, menyiapkan baju, memberi makan, mengantar sekolah, tapi tidak sempat ‘mendidik’ anak. Atau mungkin bapak dan istri bapak tidak pernah merencakan pendidikan anak?
Hmmm…merencanakan bagaimana?
☕▫☕▫☕▫☕▫☕
Teman…bahkan semua perusahaan, atau lembaga kecil, bahkan kantor yang isinya cuma 5 orang akan melakukan evaluasi akhir tahun dan rapat kerja untuk rencana aksi menyambut tahun baru yang ada di depan mata. Sasaran dirumuskan, tujuan ditetapkan, target-target jangka pendek dibuat. Semua untuk satu muara, agar perusahaan lebih maju tahun berikutnya.
Jika untuk perusahaan besar kita bisa lakukan, mengapa untuk lembaga kecil kita yang bernama ‘keluarga’ kita tidak membuatnya. Apa visi keluarga kita, apa tujuan yang ingin dicapai keluarga ini, apa yang kita inginkan untuk perkembangan anak-anak kita. Strategi apa yang harus kita pilih untuk mencapainya, butuh dana berapa, akan didapat darimana, dst dst..
Family Planning sebenarnya adalah kebutuhan semua keluarga, bukan untuk gaya-gayaan..tapi untuk mewujudkan keluarga ‘bahagia’ yang kita impikan.
Kita perlu merencanakan pendidikan anak kita, karena…sekali lagi..anak tidak akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Tanpa rencana jelas, bisa-bisa perkembangan anak jalan ditempat seiring berjalannya waktu. Pola pendidikan apa yang kita pilih, jika anak sekolah, di sekolah yang seperti apa, peran ayah dimana, peran ibu seperti apa, dst
Kita perlu merencanakan keuangan keluarga, agar dana masuk dan keluar bisa diperkirakan, dan bisa disiapkan.
Kita perlu merencanakan manajemen waktu keluarga, jadwal harian anak, jadwal mingguan, bulanan, juga jenis aktivitas apa saja yang harus kita susun.
Kita perlu merencanakan kehidupan sosial kita, kapan berkumpul bersama keluarga, kapan silaturahmi orangtua, kapan liburan, apa yg kita sumbangkan untuk pengabdian masyarakat.
Kita, yang pasti, perlu merencakan kehidupan akhirat kita..jika ingin sekeluarga masuk surga, ya pastinya banyak program keluarga yang harus kita jalankan. Surga nggak gratis…
Teman, itu adalah sekilas…dasar kebutuhan penyusunan family planning yang pernah saya dapati inspirasinya dari sebuah workshop bersama kelurga ibu Septi Peni…pendiri Institut Ibu Profesional, fan banyak komunitas pendidikan anak. Secara detilnya, silakan belajar sendiri…
☕▫☕▫☕▫☕▫☕
For feedbacks please email to psychocoffeemorning@gmail.com