Setiap anak dianugerahi kekhususan dalam dirinya
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,
Copas Fb Ibu Tessa Sitorini, jurusan Medical Faculty of University Padjadjaran Bandung
Setiap anak punya kepintaran masing-masing. Bukan sekadar parameter yang dibaca dengan alat ukur yang biasa dilakukan melalui sebuah ujian di sekolah. Itu tidak memadai untuk mengukur potensi diri anak yang seluas jagad raya.
Kalau kebetulan anak-anak mudah belajar dan nilai akademiknya sangat memuaskan ya syukur, karena kebetulan ia punya kepintaran di bidang itu. Tapi anak-anak yang nilainya biasa-biasa saja bukan berarti bodoh, duh sama sekali tidak! Hati-hati melabel buruk kepada makhluk yang Allah ciptakan dengan sempurna.
Tapi justru disitu masalahnya, kesempurnaan versi kita kerap tidak pas dengan kesempurnaan versi Sang Pencipta. Apa daya sejak kecil pikiran kita sudah dicacah dalam sekat-sekat mata pelajaran dan rangking sekolah (setidaknya zaman saya dulu). Akibatnya kita jadi gagap dalam melihat gambaran besar kehidupan dan terpasung- atau memasungkan diri- juga anak-anak kita dalam sekat-sekat profesi, gelar atau kedudukan dalam masyarakat.
Secara tidak sadar namun sistematis kita mematahkan sayap-sayap jiwa kita sendiri dengan merayap dalam kubangan bernama dunia. Disibukkan oleh satu persoalan ke persoalan lain. Ke satu pencapaian ke pencapaian lain. Ke sebuah mimpi ke mimpi lain. Tapi kehilangan orientasi akan apa yang sebenarnya jiwa kita yang sudah lemah dan patah sayapnya itu hendak menuju.
Akibatnya di manusia menyemut di pasar-pasar dunia, di peluncuran produk baru yang menggiurkan, mengantri di toko-toko, restoran-restoran dan obyek-obyek wisata dalam upaya membasuh kekeringan jiwa, sebuah rasa hampa kronis yang dicoba dihalau dengan berbagai obyek kesenangan, pencapaian, prestasi dan sekian banyak obyek lain yang berbau dunia. Bagaikan mengobati gigi yang membusuk dengan hanya meminum obat anti sakit. Rasa sakit memang hilang sementara tapi penyebab sakitnya akan selalu ada selama belum dicabut.
Kita, juga anak-anak kita punya lahannya masing-masing yang di atas lahan itulah jiwa dan dirinya akan menemukan kebahagiaan yang sejati. Yang tak bisa diukur dengan sekadar pencapaian lahiriah, tak bisa dinalar dengan logika semata, pun tak bisa dipersepsi dengan pembacaan panca indera yang terbatas.
Di dalam diri anak-anak kita ada potensi semesta yang menakjubkan. Sesuatu yang Allah firmankan “…maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa” (QS Fussilat:11). Tantangan orang tua adalah membidani mereka agar bertumbuh sesuai fitrah dan mempersiapkan mereka dalam bimbingan Allah untuk menjelang kelahiran dirinya yang kedua. Semoga…